Quo Vadis Media Sosial dalam Keterbukaan Informasi Publik

Senin, 10 Oktober 2022 16:03 WIB

Share

Oleh Yusrizal Karana
(Wartawan Poskota Sumbar)

JAGAT maya digegerkan dengan ulasan ijazah Presiden Joko Widodo yang diduga palsu, mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Bahkan kuat dugaan, ijazah sarjana Joko Widodo yang diterbitkan Universitas Gadjah Mada (UGM), yang katanya juga palsu.

Kenyinyiran netizen di media sosial yang membahas ijazah presiden ini, muncul setelah mereka membaca buku berjudul Jokowi Undercover, yang ditulis Bambang Tri Mulyono  dalam platform media online berbentuk pdf.

Tulisan Bambang yang diklaim sebagai karya jurnalistik itu, menimbulkan pro dan kontra di kalangan warganet di linimasa. Bagi pendukung Jokowi, mereka berkomentar, jika ijazahnya palsu, kenapa Jokowi bisa lolos jadi Walikota, Gubernur, hingga Presiden dua periode? Bukankah KPUD dan KPU pasti selektif? “Gak mungkinlah jadi Walikota, Gubernur hingga Presiden kalau ijazahnya palsu.”

Tetapi hal itu bisa saja terjadi. Berkaca pada pengalaman Bupati Kabupaten Simalungun Sumatera Utara Jopinus Ramli Saragih, yang lolos menjadi calon bupati menggunakan ijazah SD, SMP, dan SMA palsu. Padahal Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan seleksi administrasi dan dinyatakan ijazahnya asli, pada pemilihan kepala daerah periode 2010 – 2015.

Cuitan seorang netizen Tifauzia Tyassuma di Twitter, alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebutkan, “Sebetulnya almamater saya tercinta tahu ‘keaslian’ atau ‘kepalsuan’ ijazah ini. Juga semua alumni asli yang pegang ijazah asli.”

Terlepas dari pro dan kontra bahasan ijazah Presiden Joko Widodo di media sosial, pesan yang disampaikan oleh media ini telah sampai ke publik, yang harus dicari kebenarannya. Karena itu, institusi tempat Jokowi menimba ilmu pengetahun, termasuk UGM harus menjelaskan kepada publik agar lembaga itu tidak mewariskan dosa sejarah atas ijazah palsu Jokowi.

Quo vadis (mau kemana) media sosial dalam era keterbukaan informasi publik saat ini? Pertanyaan ini perlu mendapat respons yang serius dari para pemangku kepentingan, karena kesan yang muncul, seperti pepatah minang “bak sawah indak pamatang”. Media sosial tidak saja sebagai wahana silaturahmi atau informasi belaka, melainkan merangsek hingga masuk ke wilayah privasi seseorang. Tidak saja rakyat biasa tetapi pejabat publik juga menjadi ‘santapan’ gunjingan para netizen setiap hari.

Namun untuk menjawab tudingan ijazah palsu yang dialamatkan kepada Presiden Joko Widodo, cukuplah dengan menghadiri Dies Natalis UGM, sekaligus bernostalgia bersama dosen pembimbing skripsinya.

Seiring dengan terjadinya perubahan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengalami
perkembangan yang pesat, terutama teknologi informasi dan komunikasi, kehadiran media sosial menjadi sebuah keniscayaan dan diterima sebagai piranti yang sangat sakti guna memeroleh informasi.

Halaman
Reporter: Yusrizal Karana
Editor: Admin Local
Sumber: -
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar
Berita Terpopuler