‘Batagak Pangulu’ dan Keterbukaan Informasi Publik

Kamis, 6 Oktober 2022 06:49 WIB

Share

Oleh Yusrizal Karana 
(Wartawan Poskota Sumbar)

PROSESI ‘batagak pangulu’ di Ranah Balingka, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam sudah berlalu, namun atmosfernya masih dirasakan hangat oleh masyarakat setempat. Peresmian batagak sembilan pangulu yang ditandai dengan penyelipan keris oleh Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kabupaten Agam Junaidi Dt. Gampo Alam Nan Hitam, seakan menegaskan tekad kaumnya yang ingin ‘mambangkik batang tarandam’. 

‘Batagak pangulu’ merupakan upacara adat Minangkabau dalam rangka meresmikan seseorang menjadi pemuka adat yang biasa disebut Datuak. Sebagai ‘niniak mamak nan cadiak pandai’, tentu kita berharap agar sembilan datuak yang baru didudukkan itu, dapat mengayomi dan mengajarkan kepada anak kemenakan kaumnya tentang adat istiadat di Ranah Minang.

Namun ada pertanyaan yang sangat mendasar dari judul artikel ini. Apakah ada korelasi yang signifikan antara ‘batagak pangulu’ dengan keterbukaan informasi? Apalagi ditambah dengan kata publik, yang mengacu pada masyarakat umum. Padahal, ‘batagak pangulu’ atau ‘batagak datuak’, merupakan sebuah acara yang sakral dari suatu kaum atau suku, seperti Sikumbang, Chaniago, Pili, dan lain-lain di Minangkabau.

Dalam Wikipedia disebutkan, pengangkatan atau peresmian pangulu tidak dapat dilakukan oleh keluarga yang bersangkutan saja. Peresmian haruslah berpedoman kepada petitih adat ‘maangkek rajo sakato alam, maangkek pangulu sakato kaum’. 

Petitih ini menegaskan bahwa ketika suatu kaum atau suku mengadakan acara ‘batagak pangulu’, maka masyarakat nagari harus mengetahui bahwa kaum tersebut telah memiliki datuak sebagai ‘nan dituokan’ di kampung, ‘ditinggikan sarantiang didahulukan salangkah’, dalam ranah adat istiadat.

Dalam tulisan ini, saya ingin memberikan salah satu  contoh bentuk informasi publik yang mungkin cukup akrab di telinga kita atau pun kita sering melihat, pola pengangkatan seseorang menjadi datuak dan keterlibatan publik dalam ‘batagak pangulu’ di Ranah Minang.

Bukti informasi yang disampaikan suatu kaum yang bisa dilihat atau kata pepatah Minang ‘bagalanggang di mato rang banyak’. Di mana setiap kaum yang melaksanakan ‘batagak pangulu’ harus dilewakan kepada masyarakat. Dalam khasanah Bahasa Indonesia, maka dilewakan berarti diinformasikan, diberitahu, diumumkan, disampaikan kepada publik.

Semboyan ‘Semua Berhak Tahu’ yang sering digaungkan Komisi Informasi (KI) menjadi sangat relevan dengan prosesi 'batagak pangulu'. Sebab, selain menunjukkan keterbukaan informasi yang bisa diketahui publik, juga menunjukkan pola dan manajemen kerja dan kolaborasi antara niniak mamak dan bundo kanduang.

Ada pun tata tertib meresmikan pangulu dimulai dari rapat atau mufakat suku, kemudian dibawa ke halaman yang artinya dibawa masalahnya ke dalam kampung lalu diangkat ke tingkat suku dan akhirnya dibawa dalam Kerapatan Adat Nagari (KAN). Ketika pembicaraan masuk ke tingkat kampung atau nagari, maka informasi yang berkembang, adalah yang berkaitan dengan figur calon pemimpin dalam kaum tersebut, menjadi pembahasan menarik untuk disimak publik.

Halaman
Reporter: Yusrizal Karana
Editor: Admin Local
Sumber: -
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar
Berita Terpopuler